eS_Ce KURNIA

Menikmati Sebuah Perjalanan

Cerita dari Bangka : Desa Tanjung Niur, Dusun Tegek dan Dusun Basun (Part 2)

setelah 2 hari melakukan penyuluhan kepada Masyarakat Batu Belubang, Tim Bindesir(Pembinaan Desa Pesisir) yang dibentuk atas kerjasama ITS dan Bakorkamla melakukan penyuluhan di desa lain yaitu Desa Tanjung Niur, Dusun Tegek dan Dusun Basun, Kegiatan Penyuluhan ini dipusatkan di desa tanjung niur. hal ini dikarenakan terdapat kesamaan karakteristik dari ketiga desa/dusun tersebut.

Kondisi Masyarakat Desa Tanjung Niur, Dusun Tegek dan Dusun Basun.
Berbeda dengan kondisi masyarakat Desa batu Belubang, Masyarakat di tiga desa ini tidak mendapat listrik dari PLN. Selain itu pekerjaan masyarakat di sini lebih beraneka ragam, ada yang bekerja di Timah, Kelapa Sawit, Nelayan, dan Tengkulak ikan.

Kebetulan ketika tim bindesir berkunjung ke desa ini, terdapat salah seorang warga yang sedang membuat kapal ikan dengan panjang 7 meter. setelah melakukan sedikit tanya jawab dengan pemilik kapal ternyata diketahui bahwa untuk membagun kapal ikan dengan panjang 7 meter dibutuhkan waktu selama 14 hari, dengan biasa material (kayu) sebesar Rp.3 Juta dan ongkos pegawainya juga 3 juta rupiah. Jumlah tersebut masih terus bertambah untuk pembelian mesin dan jala sebagai alat tangkap ikan.

Memang rata-rata kapal ikan yang dimiliki atau yang ada di desa ini memiliki panjang 5-7 meter. dengan kondisi kapal yang begitu kecil otomatis nelayan tidak bisa pergi jauh ke laut untuk mencari ikan. merekan hanya mencari ikan di perairan dangkal saja.
Alat tangakap yang sering digunakan adalah jala, pancing dan keramba ikan.

ikan hasil tangkapan nelayan di sini banyak yang dikeringkan menjadi ikan asin dan diolah hingga menjadi terasi. ikan-ikan tersebut di keringkan di rumah-rumah panggung yang banyak terdapat di tepi pantai.
didesa ini juga terdapat dermaga tempat tambat kapal, namun dermaga tersebut masih dalam proses pembangunan, kira-kira sudah selesai 75%.

Keluhan yang ada di desa ini selain tidak adanya listrik adalah adanya bannyak tengkulak yang biasa di sebut sebagai “Bos” oleh para nelayan.
Kebanyakan nelayan disini tidak punya jala untuk menangkap ikan, oleh karena itu mereka memimjam jala kepada BOS-Bos tadi dengan konsekwensi ikan yang di dapat harus dijual pada BOS yang telah mereka pinjam jalanya. Kondisi seperti ini jelas merugikan nelayan karena para tengkulak bisa memainkan harga ikan dengan seenaknya.
Masyarakjta berharap ada bantuan berupa jala yang diberikan oleh pemrintah langsung kepada para nelayann, sehingga mereka tidak tergantung lagi kepada para BOS-BOS yang ada disana.

April 23, 2009 Posted by | for me | , , , , , , , | Leave a comment